Kemendikbud meluncurkan gerakan "pernikahan massal" atau penyelarasan antara pendidikan vokasi dengan dunia industri dan dunia kerja (DUDI).
Oleh : Andarwati
Kemendikbud meluncurkan gerakan "pernikahan massal" atau penyelarasan antara pendidikan vokasi dengan dunia industri dan dunia kerja (DUDI). Dirjen Diksi Kemendikbud, Wikan Sakarinto dalam telekonferensi di Jakarta mengatakan bahwa gerakan ini bertujuan agar lulusan prodi vokasi di PTN dan PTS memiliki kualitas dan kompetensi yang sesuai dengan dunia industry dan dunia kerja. Wikan mentargetkan 100 prodi vokasi di PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) agar melakukan pernikahan massal pada 2020 dengan puluhan bahkan ratusan industri.
Disisi yang lain terdengar opini akan menggabungkan mata pelajaran Agama Islam dengan mata pelajaran PKN, terang saja rencana ini menuai banyak penolakan dari kalangan praktisi pendidikan di tanah air. Ketua umum DPP Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Mahnan Marbawi, meminta klarifikasi Kemendikbud yang sedang membahas kemungkinan penggabungan mata pelajaran PAI dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Mahnan menegaskan, AGPAII menolak kebijakan itu karena menimbulkan persoalan besar.
Dari sini nampak bahwa para penanggungjawab pendidikan di negeri ini berorientasi industri dan miskin visi dalam mendidik generasi. Cita-cita bangsa untuk mendidik manusia Indonesia seutuhnya seolah jauh panggang dari api, tidak kesampaian. Padahal, untuk membangun negeri yang kaya ini, dibutuhkan mentalitas manusia yang tanggu, amanah, memiliki prinsip hidup yang tak goyah oleh berbagai godaan duniawi.
Generasi yang tangguh itu akan lahir dari proses pendidikan yang membangun kepribadian yang utuh, tidak cukup sekedar belajar nilai-nilai, tidak cukup dengan kemampuan akademis dan perfect dalam penguasaan sain dan teknologi. Lebih dari itu semua, bangsa ini membutuhkan generasi yang memegang prinsip dan memiliki parameter aktivitas yang memiliki kebenaran universal. Bangsa ini membutuhkan generasi yang berdedikasi spiritual tangguh disamping pengusaan saintek yang tiada tanding.
Sebagai ilustrasi, seorang yang berpuasa itu tidak ada orang yang tahu bahwa ia berpuasa, bisa saja ia makan minum ketika tidak ada melihatnya, pertanyaannya mengapa ia tidak mau melakukannya, bahkan harus sampai masuk waktu maghrib, kurang 1 menitpun ia tidak mau makan minum, sebelum terdengar adzan maghrib berkumandang. Begitu pula seorang yang membayar zakat fitrah, ia tidak mau lewat waktunya sampai menjelang shalat ied. Berat timbangan zakat pun ia tidak mau menguranginya, bahkan demi kehati-hatian, ia rela menambahkannya. Nah, generasi rabbani seperti ini, jika dipadu dengan pengusaan sain dan teknologi yang handal, maka ia akan menjadi sosok pemimpin yang gigih dalam membangun negeri, mempertahankan kedaulatan negeri, ia tidak bisa disuap dan dibeli, baik oleh swasta nasional maupun asing dan aseng. Inilah pendidikan karakter yang dibutuhkan bangsa Indonesia hari ini.
Pendidikan berkarakter itu adalah pendidikan yang membangun kepribadian kokoh di atas pondasi aqidah Islam, yang sadar bahwa ia sedang berhubungan dengan Allah SWT. (Idrak sillah billah), mengusai disiplin keilmuan yang mumpuni, memiliki daya kritis terhadap berbagai kebijakan yang membahayakan negeri, menyengsarakan rakyat, dan tidak takut dalam memegang prinsip-prinsip kebenaran yang hakiki. Inilah perwujudan dari misi membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Pendidikan yang hanya berorientasi industri, akan menghasilkan generasi yang bermental kuli. Ia akan berkerja jika ada uang, dan ia akan mudah tergoda pada tawaran uang. Bahkan demi uang, ia bersedia menjual diri, menjual bangsa dan negaranya sendiri. Generasi seperti ini, jika menjadi politisi atau bahkan menjadi pemimpin, kedaulatan Negara dan nasib pribumi menjadi retorika tanpa arti. Itulah buah pendidikan yang kering dari nilai-nilai ilahi. Apakah pendidikan seperti ini yang akan diberikan kepada generasi hari ini?. Sungguh bangsa Indonesia hari ini dihadapkan pada pilihan hidup atau mati, membiarkan pendidikan generasi meluncur kederajat nafsu industri, ataukah berani berjuang melakukan perubahan mendasar mengharap Ridha ilahi?
Waktulah yang akan membuktikan hal ini, jika kita berdiam diri dalam hal ini, berarti kita ini hidup namun pada hakekatnya hati kita telah mati.
Wallahu A'lam.
COMMENTS