Setelah gagal dengan RUU HIP yang bertujuan untuk memeras (ekstraksi) Pancasila menjadi Trisila-Ekasila, PDIP masih ingin ‘melanjutkan’ konstroversi soal Pancasila. Mereka mencoba mengajukan revisi. Sekarang, Banteng maju dengan perubahan judul RUU. Bukan lagi Haluan Ideologi Pancasila (HIP), tetapi Penguatan Ideologi Pancasila (PIP).
By Asyari Usman
Setelah gagal dengan RUU HIP yang bertujuan untuk memeras (ekstraksi) Pancasila menjadi Trisila-Ekasila, PDIP masih ingin ‘melanjutkan’ konstroversi soal Pancasila. Mereka mencoba mengajukan revisi. Sekarang, Banteng maju dengan perubahan judul RUU. Bukan lagi Haluan Ideologi Pancasila (HIP), tetapi Penguatan Ideologi Pancasila (PIP).
Yang menjadi pertanyaan, apakah memang perlu ada UU untuk melindungi Pancasila sebagaimana diinginkan oleh PDIP? Mengapa partai ini bingung sekali menjaga agar Pancasila kuat dan menjadi ‘manual’ setiap manusia Indonesia?
Sangat mengherankan. Untuk apa PDIP bingung? Untuk apa Bu Mega dan para elit politik, elit eksekutif, merasa resah? Mengapa Anda cemas, seakan rakyat tidak akan berpancasila? Sehingga, harus ada UU PIP atau sejenisnya?
Bu Mega dan bapak-ibu sekalian yang sedang berkuasa, baik yang memiliki kekuasaan legislatif, eksekutif, dan kekuasaan ekonomi-keuangan! Yang harus Anda lakukan itu adalah melihat diri Anda sendiri. Berkaca, kata orang.
Bapak-Ibu sekalian. Ada tiga kelompok manusia yang paling banyak merusak negara ini. Mereka merusak keadilan politik dan ekonomi. Merusak tatanan dan keadilan sosial. Merusak nilai-nilai moralitas. Dan juga merusak alam lingkungan hidup.
Semua itu terjadi karena kerakusan. Rakus kekuasaan. Rakus kekayaan. Rakus syahwat hedonisme dan birahi.
Siapakah ketiga kelompok yang merusak itu? Yang pertama, politisi. Yang kedua, penguasa eksekutif. Yang ketiga penguasa ekonomi-bisnis. Hebatnya, ada sekian banyak orang yang sekaligus memiliki ketiga macam kerakusan itu.
Jadi, kalau Anda masuk ke dalam salah satu kategori di atas, itu berarti Anda berpotensi menjadi orang yang merusak negara ini. Atau, Anda malah sudah menjadi pelaku kerusakan itu.
Hari ini, kalianlah yang sibuk dengan Pancasila. Sibuk mau memperkuat Pancasila. Seolah-olah kalianlah yang pantas menyandang predikat pancasilais sejati. Orang lain tidak. Seolah-olah kalianlah yang telah menerapkan nilai-nilai Pancasila itu. Orang lain tidak.
Tapi, cobalah Anda berkaca. Lihatlah diri Anda sendiri. Bercerminlah. Apakah Anda sudah berpancasila? Apakah Anda tidak korupsi? Apakah Anda tidak menipu rakyat? Apakah Anda menang tanpa kecurangan dalam pemilihan umum? Apakah Anda tidak menggunakan cara sogok-menyogok untuk mendapatkan kekuasaan? Apakah Anda tidak menyalahgunakan kekuasaan?
Apakah Anda tidak menumpuk kekayaan? Apakah Anda memperoleh kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi-keuangan, dengan cara yang jujur? Apakah Anda memberikan atau mendapatkan hak pengelolaan sumber alam dengan cara yang jujur, tanpa sogok-menyogok? Apakah Anda tidak pernah menerima upeti (sogok) dari para penghisap kekayaan negara ini?
Apakah Anda tidak ikut berlomba-lomba mengoleksi rumah mewah, mobil mewah, barang-barang mewah? Apakah rekening bank Anda isinya pernah tak sampai satu juta rupiah?
Wahai para politisi, para penguasa ekeskutif, dan penguasa ekonomi-bisnis yang rakus-rakus! Banyak lagi pertanyaan yang perlu kalian jawab. Banyak lagi cermin yang harus kalian tatap. Dan banyak introspeksi yang harus kalian lakukan.
Kalian perlu duduk tenang sambil merenungkan perilaku kalian. Kalian perlu mewaraskan diri agar bisa melihat apa yang kalian kerjakan, dan apa yang dikerjakan oleh rakyat. Supaya kalian sadar bahwa yang bermasalah itu kalian, bukan rakyat. Yang bermasalah itu kalian, bukan Pancasila.
Pancasila tidak perlu diutak-atik. Pancasila tidak perlu diperkuat dengan undang-undang. Yang perlu direhabilitasi itu adalah isi kepala kalian. Yang harus disempurnakan adalah otak-otak kalian. Bukan Pancasila.
Jadi, berhentilah mencari kesalahan di luar diri kalian. Sebab, semua persoalan bangsa dan negara ini ada di dalam diri Anda.[]
5 Juli 2020
(Penulis wartawan senior)
COMMENTS