Keputusan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat kongkrit, individual dan final. Didalam Daulah Khilafah, keputusan Tata Usaha Negara adalah Keputusan yang dikeluarkan oleh Khalifah atau para penguasa dibawahnya (Muawin, Wali dan Amil), atau keputusan Administrasi para Ajir atau Pegawai Daulah Khilafah yang diberlakukan kepada Rakyat secara individual, kongkrit dan definitif.
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. | Aktivis, Advokat Pejuang Khilafah
Keputusan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat kongkrit, individual dan final. Didalam Daulah Khilafah, keputusan Tata Usaha Negara adalah Keputusan yang dikeluarkan oleh Khalifah atau para penguasa dibawahnya (Muawin, Wali dan Amil), atau keputusan Administrasi para Ajir atau Pegawai Daulah Khilafah yang diberlakukan kepada Rakyat secara individual, kongkrit dan definitif.
Memang benar, tidak semua yang dikeluarkan Khalifah adalah Keputusan Tata Usaha Negara (Beshicking), adakalanya merupakan sebuah kebijakan berupa pengadopsian aturan tertentu (Regeling) yang mengikat bagi publik.
Hanya saja, secara prinsip baik keputusan atau kebijakan didalam Daulah Khilafah, dapat dikoreksi oleh rakyat baik secara langsung maupun melalui perwakilannya di Majelis Umat. Bedanya, jika Keputusan Tata Usaha Negara itu bersifat kongkrit, definitif, limitatif. Sementara, pengadopsian aturan (Regeling) berupa penetapan Qanun (Undang Undang) atau kebijakan tertentu bersifat umum, dan berlaku mengikat bagi publik.
Misalnya, keputusan Khalifah membagikan Ghanimah pada orang tertentu, pendistribusian harta zakat pada orang tertentu, pengambilan pajak pada individu tertentu, ini termasuk dan terkategori keputusan tata usaha negara. Sementara itu, kebijakan umum pendistribusian Ghanimah, pendistribusian zakat, dan pemungutan pajak, adalah termasuk Regeling atau UU.
Contoh : jika Khalifah membagikan Ghanimah pada orang yang tidak ikut berperang dari pos Ghanimah, ini merupakan kekeliruan dan dapat diperkarakan. Hanya saja, jika koreksi dari Rakyat diterima Khalifah, bahwa khalifah keliru mendistribusikan Ghanimah, dan menganulir keputusannya, maka selesailah urusannya.
Jika rakyat mendakwa ada kesalahan pembagian Ghanimah, padahal Khalifah memiliki bukti atas keikutsertaan prajurit dalam ekspansi Jihad, maka perkaranya menjadi sengketa Tata Usaha Negara. Rakyat, berhak mengadukan khalifah Kepada Mahkamah Madzalim.
Selanjutnya, putusan Mahkamah Madzalim wajib ditaati oleh Khalifah dan rakyat dalam perkara ini. Misalnya, khalifah memiliki bukti keterlibatan prajurit dalam ekspansi Jihad dan karenanya berhak atas Ghanimah, maka rakyat wajib mentaati putusan Mahkamah.
Contoh lain misalnya jika Khalifah membagikan harta zakat kepada seseorang yang dianggap terkategori miskin, sementara ada individu rakyat yang memiliki bukti bahwa orang tersebut kaya raya dan tak berhak atas harta zakat, maka khalifah harus segera menarik kembali harta Zakat yang keliru pendistribusiannya. Namun, jika terjadi perbedaan pendapat, antara rakyat dan Khalifah, dimana Khalifah merasa distribusi harta zakatnya telah tepat sasaran, sementara rakyat tidak melihat hal itu, maka hal ini menjadi sengketa Tata Usaha Negara.
Mahkamah Madzalim akan mengadili dan memutuskan perkara. Jika terbukti, bahwa penerima zakat bukanlah orang miskin, bahkan kaya raya, maka keputusan Khalifah keliru dan harus dicabut atau ditarik kembali.
Contoh berikutnya, apabila Khalifah menarik pajak dari seorang mukmin yang miskin, padahal pajak tidak bisa ditarik kecuali atas orang yang kaya, maka khalifah harus menganulirnya.
jika terjadi perbedaan pendapat, antara rakyat dan khalifah, dimana khalifah merasa penarikan pajak telah tepat sasaran, sementara rakyat yang ditarik pajak tidak melihat hal itu, maka hal ini menjadi sengketa Tata Usaha Negara.
Mahkamah Madzalim akan mengadili dan memutuskan perkara. Jika terbukti, bahwa individu yang ditarik pajak miskin, bukanlah orang kaya, maka keputusan Khalifah keliru dan harus dicabut atau ditarik kembali.
Adapun mengenai kebijakan, mengenai Regeling, itu terkait aturan umumnya, bukan penerapannya pada individu tertentu. Masih dalam contoh yang sama, misalnya Khalifah mengadopsi kebijakan penarikan pajak pada kondisi Negara (di Baitul Mal) ada harta, maka kebijakan ini keliru. Sebab, pajak tidak ditarik kecuali kas Negara di Baitul Mal sedang kosong.
Khalifah wajib membatalkan kebijakan penarikan pajak, serta merta ketika ada yang mengoreksinya. Namun, jika ada perbedaan pandangan antara rakyat dan khalifah mengenai kekosongan kas negara di Baitul Mal, Khalifah merasa harus pungut pajak sementara rakyat tidak, hal ini terjadi sengketa kezaliman Penguasa. Hal ini juga harus diselesaikan di Mahkamah Madzalim.
Mahkamah selanjutnya mengadili dan memutuskan, apakah menguatkan kebijakan penarikan pajak atau membatalkannya. Jika dalam sidang terbukti Baitul Mal sedang ada harta, pembiayaan yang dibutuhkan tidak bersifat mendesak, maka kebijakan penarikan pajak oleh Khalifah merupakan kezaliman dan karenanya demi hukum wajib dibatalkan.
Contoh lain, misalkan Khalifah mengalokasikan Ghanimah secara proporsional, sementara rakyat meminta bagi rata, jika tidak terdapat kesesuaian pendapat maka masalah ini akan diselesaikan oleh Mahkamah Madzalim. Mahkamah akan mengadili dan menetapkan bahwa kebijakan pembagian Ghanimah, baik dibagi rata maupun proposional, adalah masih dalam kewenangan khalifah. Sehingga, khalifah diberi pilihan baik membaginya secara rata atau secara proporsional.
Sama juga, jika Khalifah mengalokasikan harta zakat semuanya untuk aktivitas Jihad Fi Sabilillah, karena kondisi Negara sedang dalam keadaan perang. Sementara rakyat memprotes kerena ada asnaf dari golongan Mualaf tidak kebagian, maka sengketa ini dibawa ke Mahkamah Madzalim jika rakyat masih menuntut. Dan Mahkamah, akan mengadili dan memutuskan bahwa distribusi harta zakat adalah wewenang khalifah, dan Khalifah boleh mendistribusikan pada salah satu asnaf dari delapan asnaf yang ada, berdasarkan kebutuhan dan skala prioritas menurut ijtihadnya.
Demikianlah, gambaran sengketa tata usaha negara dan sengketa kebijakan, yang dalam Islam semua ini masuk kategori sengketa kezaliman Penguasa, yang dapat diselesaikan secara langsung melalui koreksi pada Khalifah. Jika koreksi diterima, perkara selesai. Jika koreksi ditolak, dan Khalifah dapat memberikan argumentasi yang diterima pengkritik, perkara juga selesai.
Namun, jika ada perbedaan pandangan antara Khalifah dan rakyat (Pengkritik) atas adanya dugaan kezaliman Penguasa, maka Mahkamah Madzalim yang akan mengadili. Putusan apapun yang dikeluarkan Mahkamah, wajib ditaati Khalifah maupun rakyat. Karena putusan pengadilan dalam Islam bersifat final dan mengikat.
Itulah, sistem ketatanegaraan Khilafah dalam menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Rasanya, kita semua rindu ingin segera menyaksikannya dan mempraktikkan secara langsung. Karena itu, mari lipat gandakan perjuangan, agar Nasrullah segera turun, dan Khilafah segera tegak. [].
COMMENTS