Abu Jahal adalah Amru ibn Hisyam, ia termasuk bangsawan Quraysyi yang dikenal sebagai tokoh cerdik nan cerdas, hingga digelari fansnya sebagai Abu al-Hakam (bapak cerdas cendekiawan) dan dikenal royal dermawan
Jangan salah, nama asli Abu Jahal adalah Amru ibn Hisyam, ia termasuk bangsawan Quraysyi yang dikenal sebagai tokoh cerdik nan cerdas, hingga digelari fansnya sebagai Abu al-Hakam (bapak cerdas cendekiawan) dan dikenal royal dermawan. Hingga baginda Rasulullah ﷺ pernah berdo'a khusus untuknya, agar Islam dikuatkan oleh satu dari dua orang: dirinya (Amru Ibn Hisyam) atau Umar bin al-Khaththab, dan Umar r.a. adalah orang terpilih dan menjadi salah satu sahabat terbaik baginda ﷺ.
Sedangkan Amru Ibn Hisyam Abu Jahal, semakin menjadi-jadi memusuhi dakwah Islam, padahal (dalam riwayat mursal), disebut-sebut bahwa dirinya pernah ditanya seseorang mengenai Muhammad ﷺ, ia menjawab dengan kalimat menakjubkan:
والله إن محمدا لصادق
"Demi Allah, sesungguhnya Muhammad adalah sosok yang benar-benar jujur"Dalam ilmu balaghah, ungkapan Abu Jahal di atas memuat tawkid secara maksimal, bagaimana tidak? Ada kalimat sumpah (wallahi) diikuti dengan huruf inna dan lam tawkid, super meyakinkan.
Artinya pengingkarannya pada Islam, semata-mata karena takabbur, cinta dunia hingga buta kalbunya, tak mau kekuasaan politiknya diserahkan pada Islam.
Hingga wajar jika ia digelari baginda Rasulullah ﷺ sebagai "Abu Jahl" (bapak kebodohan), kebodohan dari sudut pandang Islam, yakni bodoh dengan sikap permusuhannya pada akidah dan syari'at Islam (al-jahiliyyah), hingga dirinya pernah dido'akan Rasulullah ﷺ:
اللهم عليك بأبي جهل ابن هشام
Hingga akhirnya binasa dan terhina dalam perang Badar al-Kubra, sungguh terhina dunia dan akhirat selama-lamanya, wal 'iyâdzu billâh.
Pertanyaannya, apakah ada oknum bergelar cendekiawan tapi menghalalkan LGBT, ada pula yang anti khilafah dan anti pada dakwah serta pengembannya, padahal oleh fansnya mereka digelari cendekiawan (mirip gelar Abu al-Hakam), padahal yang benar lebih layak digelari "orang liberal", betapa kita saksikan di zaman ini gelar kebangsawanan dan kecerdasan tak menjamin ia lebih cerdas daripada orang biasa tanpa gelar dalam menyikapi ajaran Islam.
Kita lebih layak menghormati sosok pengemban dakwah tanpa embel gelar akademik daripada oknum-oknum ini, sebagaimana sahabat yang mulia dan menjadi ulama, Ibnu Mas'ud radhiyallâu 'anhu, bukan bangsawan tapi jelas jauh lebih mulia dan tak bisa dibandingkan dengan Abu Jahl.
Allâh al-Musta'ân.
Irfan Abu Naveed
[Pengajar Ilmu Balaghah, Penulis Buku "Menggugah Nafsiyyah Dakwah Berjama'ah]
COMMENTS