Kali ini, berdalih Tabungan Perumahan Rakyat, penghasilan rakyat akan dipotong hingga 3 %. Presiden Jokowi dikabarkan telah meneken Peraturan Pemerintah atau PP No. 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Oleh : Ahmad Khozinudin | Aktivis, Anggota Hizbut Tahrir
Belum hilang dari ingatan publik, bagaimana Pemerintah tidak amanah mengelola dana publik dalam kasus asuransi Jiwasraya, kini Pemerintah hendak kembali menambah beban rakyat.
Rupanya, rakyat tak cukup dibebani dengan pajak dan pungutan, iuran BPJS yang naik di masa Pandemi, BBM yang masih mahal ditengah anjloknya harga minyak mentah dunia, kini Pemerintah mau mengambil kutipan lagi dari rakyat.
Kali ini, berdalih Tabungan Perumahan Rakyat, penghasilan rakyat akan dipotong hingga 3 %. Presiden Jokowi dikabarkan telah meneken Peraturan Pemerintah atau PP No. 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Melalui PP yang diteken pada 20 Mei 2020 tersebut, maka gaji pekerja akan dipaksa dipotong untuk iuran Tapera.
Berdasarkan ketentuan pasal 7 PP tersebut, pekerja yang gajinya dipotong untuk pengumpulan dana Tapera, meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ASN, Anggota TNI/ Polri termasuk prajurit siswa TNI, pejabat negara, pekerja BUMN, BUMD, BUMDes, juga termasuk pekerja swasta.
Selain itu juga pekerja yang tidak termasuk dalam kategori tersebut, untuk menjadi peserta mandiri Tapera.
Adapun besarnya potongan gaji, diatur dalam Pasal 15 PP No. 25 Tahun 2020 itu. Pada ayat (1) disebutkan :
_"Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 persen (tiga persen) dari Gaji atau Upah untuk Peserta Pekerja dan Penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3)."_
Luar biasa ! Rakyat yang gajinya tidak seberapa masih mau dipotong lagi oleh pemerintah. Padahal, tidak ada kejelasan apakah yang hasil potongan gaji ini kelak akan menjadi perumahan atau sekedar penderitaan.
Dana asuransi Jiwasraya saja, saat ini justru dikorupsi. Tidak jelas, bagaimana pertanggungjawaban Pemerintah terhadap dana-dana yang dikumpulkan melalui asuransi ini yang akhirnya dikorupsi pejabat.
Pekerja juga tidak punya jaminan, apakah potongan gaji yang dikumpulkan, yang hakekatnya adalah premi asuransi perumahan, akan aman dari korupsi. Pekerja juga tidak tahu, apakah janji uang perumahan ini benar-benar mewujud menjadi rumah atau justru menjadi Tabungan Penderitaan Rakyat (Tapera).
Program Tabungan Perumahan Rakyat ini hakekatnya adalah asuransi, dimana preminya dibayar oleh pekerja melalui pemotongan gaji sebesar 3%. Problem utama asuransi sejak zaman kuno adalah masalah klaim.
Premi pasti akan ditagih, tetapi klaim belum tentu bisa dicairkan. Akhirnya, para peserta asuransi mengalah dan menganggap pembayaran premi selama ini dianggap uang buang sial.
Kasus asuransi Jiwasraya adalah contoh kongkritnya. Korupsi Jiwasraya, saat ini berdampak pada gagalnya pembayaran klaim kepada peserta.
Kita juga tak tahu, apakah uang Tapera ini kelak aman atau dikorupsi layaknya Jiwasraya. Itu artinya, juga menggambarkan betapa Pekerja juga tak mampu menjamin akan bisa mengambil klaim atas pembayaran premi melalui pemotongan gaji yang telah dilakukan.
Disituasi Pandemi, jamaah haji tidak diberangkatkan, uangnya diputar untuk hal lain, BPJS dinaikan, BBM tetap mahal, keluarkan Perppu untuk kelola anggaran Covid-19 405,1 T, defisit APBN terhadap PDB dibuka melebihi 3%, lantas apakah semua itu masih kurang ? Sehingga masih harus mengutip gaji pekerja ?
Bukannya apa-apa, gaji yang tidak seberapa itu sangat berarti bagi pekerja. Berat sekali, jika dipaksa dipotong hingga 3 %.
Belum lagi, tak ada jaminan program ini akan berjalan sesuai rencana. Target utama hanyalah mencari dana, sementara kepastian tabungan perumahan untuk pekerja, masih dipertanyakan bahkan justru mengkhawatirkan jika merujuk kasus Jiwasraya.
Jadi, TAPERA ini Tabungan Perumahan Rakyat atau Tabungan Penderitaan Rakyat ? [].
COMMENTS