Tanggapan klaim politikus PDIP soal RUU HIP
ILC tadi malam (16/6/2020) dengan Tema "RUU Haluan Ideologi Pancasila, Benarkah Melumpuhkan Pancasila?" Berlangsung seru.
Wakil Ketua DPP PDIP yang juga pimpinan MPR RI, Ahmad Basarah lebih dulu jadi narasumber.
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari narasumber yang lain, tak terkecuali tanggapan diluar forum ILC.
Salah satu tanggapan yang muncul diluar forum adalah dari ketua LBH Pelita Umat, Ahmad Khozinudin SH., selain advokat beliau juga sebagai aktivis hizbut-tahrir yang saat ini, organisasi tersebut dibekukan perizinannya.
Tanggapan tersebut Beliau tulis di akun facebooknya yang redaksi kutip dibawah ini ;
KEBOHONGAN KLAIM POLITISI PDIP SOAL RUU HIP
Oleh : Ahmad Khozinudin | Aktivis, Anggota Hizbut Tahrir
Ketua DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, dalam diskusi Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa 16 Juni 2020 menyampaikan bahwa partainya bukanlah pengusul RUU HIP. Selain itu, Basarah juga mengklaim PDIP setuju konsideran TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang larang paham komunisme/marxisme-leninisme masuk dalam RUU HIP.
Lebih spesifik, Basarah bahkan membantah jika ide memeras Pancasila menjadi Trisila bahkan hingga Ekasila, sebagai usulan dari partainya. Basarah -tanpa menyebutkan nama partai- mengklaim bahwa usulan itu berasal dari pandangan partai lainnya dari 9 (sembilan) fraksi yang ada.
Bahkan, untuk meyakinkan Karni Ilyas selaku Host ILC, Basarah mengklaim memiliki rekamannya. Namun, hingga tulisan ini diterbitkan tidak ada rekaman video yang diedarkan Basarah, atas klaim yang diunggahnya.
Menyikapi statement politisi PDIP ini, umat Islam wajib melakukan penelaahan dan perlu melakukan kaji ulang, terhadap berbagai statement politisi PDIP, khususnya sebelum RUU HIP ini mendapat penentangan dan penolakan dari elemen Umat Islam, bahkan hingga MUI, Muhammadiyah dan PBNU juga menyatakan sikap yang sama.
Pertama, Sejak tanggal 8 April 2020, rapat RUU HIP sudah menggunakan nama Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU HIP. Panja yang terbentuk ini diketuai langsung oleh Rieke Diah Pitaloka, kader PDIP.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat sebagaimana dikutip CNN (15/6), mengatakan bahwa RUU HIP begitu cepat diloloskan untuk dibahas karena merupakan usulan PDIP selaku partai penguasa.
Anggota Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka yang ditunjuk sebagai ketua panitia kerja (panja) RUU tersebut, tentu mendapat mandat dari PDIP. Belum lagi, secara substansi norma RUU HIP, sarat dengan pandangan politik ideologi PDIP terhadap pancasila, yang diadopsi melalui pikiran dan pandangan Soekarno.
Jadi, pernyataan Basarah yang mengelak sebagai partai pengusung tak lagi relevan dijadikan pertimbangan. Sebab, hadirnya Rieke Diah Pitaloka selaku ketua Panja, sudah jelas merepresentasikan kepentingan PDIP.
Kedua, mengenai polemik tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, pertama kali dilontarkan oleh PKS dalam pandangan resmi fraksi PKS di DPR. Selanjutnya, pandangan ini juga digulirkan ke publik sehingga publik merespons dengan penentangan terhadap hal ini.
Publik khususnya umat Islam, menghendaki agar TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dicantumkan dalam konsideran mengingat, agar rakyat Indonesia tidak melupakan sejarah dan kekejaman PKI, serta dasar hukum pembubaran PKI, Pernyataan PKI sebagai Organisasi Terlarang dan larangan mengembangkan ideologi Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Merespons hal ini, Basarah sendiri menegaskan bahwa TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu, tanpa disebutkan dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila pun, organisasi terlarang ini dan ajaran komunisme tidak mungkin lagi dibangkitkan kembali dengan cara apa pun.
Hal itu ditegaskan Basarah saat memberikan ceramah Pancasila secara virtual terhadap mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ketahanan Nasional Universitas Brawijaya Jumat (15/5) sore. PDIP melalui Sekjen nya Hasto Kristiyanto, baru menyetujui pencantuman TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, setelah RUU HIP ramai ditentang publik.
Jadi, perubahan sikap PDIP itu karena adanya desakan Publik. Bukan atas kesadaran PDIP atas pentingnya mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, dalam konsideran RUU HIP.
Ketiga, soal bantahan PDIP bukan pengusul ide "memeras Pancasila" dan klaim PDIP bahwa ide itu, sebagaimana tercantum dalam pasal 7 RUU HIP berasal dari fraksi partai lain, justru berkebalikan dengan fakta. Di sosial media, beredar viral pidato Ketum PDIP Megawati tentang Pancasila yang bisa diperas menjadi Trisila bahkan hingga Ekasila.
Mega menyampaikan, Pancasila berupa trisila, itu terdiri dari sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Adapun Substansi Ekasila, termanifestasi dalam semangat gotong-royong.
Substansi pidato Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP yang beredar viral itu, sejalan dengan materi muatan yang tercantum dalam pasal 7 RUU HIP, yang memeras Pancasila menjadi Trisila bahkan menjadi Ekasila.
Lantas, kenapa Basarah berkelit ? Kenapa justru membuat klaim substansi pemerasan Pancasila ini berasal dari fraksi partai lain ? Mana video bukti yang dijanjikan Basarah ?
Berdasarkan fakta sebagaimana penulis ungkap, maka nyatalah sejumlah klaim PDIP yang disampaikan oleh Basarah adalah dusta belaka. Karena itu, umat Islam wajib waspada atas setiap statement politik yang disampaikan PDIP. [].
Ahmad Basarah dalam uraiannya menyampaikan fakta mengejutkan. Bahwa usul Trisila dan Ekasila gotong royong di RUU HIP ternyata bukan dari Fraksi PDIP.
"Tidak etis kalau saya sebutkan di sini fraksinya," kata Ahmad Basarah dikutip tribun-timur.com dari akun Youtube Indonesia Lawyers Club Rabu (16/6/2020).
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari narasumber yang lain, tak terkecuali tanggapan diluar forum ILC.
Salah satu tanggapan yang muncul diluar forum adalah dari ketua LBH Pelita Umat, Ahmad Khozinudin SH., selain advokat beliau juga sebagai aktivis hizbut-tahrir yang saat ini, organisasi tersebut dibekukan perizinannya.
Tanggapan tersebut Beliau tulis di akun facebooknya yang redaksi kutip dibawah ini ;
KEBOHONGAN KLAIM POLITISI PDIP SOAL RUU HIP
Oleh : Ahmad Khozinudin | Aktivis, Anggota Hizbut Tahrir
Ketua DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, dalam diskusi Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa 16 Juni 2020 menyampaikan bahwa partainya bukanlah pengusul RUU HIP. Selain itu, Basarah juga mengklaim PDIP setuju konsideran TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang larang paham komunisme/marxisme-leninisme masuk dalam RUU HIP.
Lebih spesifik, Basarah bahkan membantah jika ide memeras Pancasila menjadi Trisila bahkan hingga Ekasila, sebagai usulan dari partainya. Basarah -tanpa menyebutkan nama partai- mengklaim bahwa usulan itu berasal dari pandangan partai lainnya dari 9 (sembilan) fraksi yang ada.
Bahkan, untuk meyakinkan Karni Ilyas selaku Host ILC, Basarah mengklaim memiliki rekamannya. Namun, hingga tulisan ini diterbitkan tidak ada rekaman video yang diedarkan Basarah, atas klaim yang diunggahnya.
Menyikapi statement politisi PDIP ini, umat Islam wajib melakukan penelaahan dan perlu melakukan kaji ulang, terhadap berbagai statement politisi PDIP, khususnya sebelum RUU HIP ini mendapat penentangan dan penolakan dari elemen Umat Islam, bahkan hingga MUI, Muhammadiyah dan PBNU juga menyatakan sikap yang sama.
Pertama, Sejak tanggal 8 April 2020, rapat RUU HIP sudah menggunakan nama Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU HIP. Panja yang terbentuk ini diketuai langsung oleh Rieke Diah Pitaloka, kader PDIP.
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat sebagaimana dikutip CNN (15/6), mengatakan bahwa RUU HIP begitu cepat diloloskan untuk dibahas karena merupakan usulan PDIP selaku partai penguasa.
Anggota Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka yang ditunjuk sebagai ketua panitia kerja (panja) RUU tersebut, tentu mendapat mandat dari PDIP. Belum lagi, secara substansi norma RUU HIP, sarat dengan pandangan politik ideologi PDIP terhadap pancasila, yang diadopsi melalui pikiran dan pandangan Soekarno.
Jadi, pernyataan Basarah yang mengelak sebagai partai pengusung tak lagi relevan dijadikan pertimbangan. Sebab, hadirnya Rieke Diah Pitaloka selaku ketua Panja, sudah jelas merepresentasikan kepentingan PDIP.
Kedua, mengenai polemik tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, pertama kali dilontarkan oleh PKS dalam pandangan resmi fraksi PKS di DPR. Selanjutnya, pandangan ini juga digulirkan ke publik sehingga publik merespons dengan penentangan terhadap hal ini.
Publik khususnya umat Islam, menghendaki agar TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dicantumkan dalam konsideran mengingat, agar rakyat Indonesia tidak melupakan sejarah dan kekejaman PKI, serta dasar hukum pembubaran PKI, Pernyataan PKI sebagai Organisasi Terlarang dan larangan mengembangkan ideologi Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Merespons hal ini, Basarah sendiri menegaskan bahwa TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu, tanpa disebutkan dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila pun, organisasi terlarang ini dan ajaran komunisme tidak mungkin lagi dibangkitkan kembali dengan cara apa pun.
Hal itu ditegaskan Basarah saat memberikan ceramah Pancasila secara virtual terhadap mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ketahanan Nasional Universitas Brawijaya Jumat (15/5) sore. PDIP melalui Sekjen nya Hasto Kristiyanto, baru menyetujui pencantuman TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, setelah RUU HIP ramai ditentang publik.
Jadi, perubahan sikap PDIP itu karena adanya desakan Publik. Bukan atas kesadaran PDIP atas pentingnya mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, dalam konsideran RUU HIP.
Ketiga, soal bantahan PDIP bukan pengusul ide "memeras Pancasila" dan klaim PDIP bahwa ide itu, sebagaimana tercantum dalam pasal 7 RUU HIP berasal dari fraksi partai lain, justru berkebalikan dengan fakta. Di sosial media, beredar viral pidato Ketum PDIP Megawati tentang Pancasila yang bisa diperas menjadi Trisila bahkan hingga Ekasila.
Mega menyampaikan, Pancasila berupa trisila, itu terdiri dari sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Adapun Substansi Ekasila, termanifestasi dalam semangat gotong-royong.
Substansi pidato Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP yang beredar viral itu, sejalan dengan materi muatan yang tercantum dalam pasal 7 RUU HIP, yang memeras Pancasila menjadi Trisila bahkan menjadi Ekasila.
Lantas, kenapa Basarah berkelit ? Kenapa justru membuat klaim substansi pemerasan Pancasila ini berasal dari fraksi partai lain ? Mana video bukti yang dijanjikan Basarah ?
Berdasarkan fakta sebagaimana penulis ungkap, maka nyatalah sejumlah klaim PDIP yang disampaikan oleh Basarah adalah dusta belaka. Karena itu, umat Islam wajib waspada atas setiap statement politik yang disampaikan PDIP. [].
COMMENTS