Piagam Jakarta
Oleh : Ahmad Khozinudin | Aktivis, Anggota Hizbut Tahrir
Piagam Jakarta, adalah bentuk kompromi kaum muslimin di negeri ini melalui Ulama, untuk mengejawantahkan Islam dalam konsepsi Negara. Sebab, saat itu Soekarno pernah mendelegitimasi aspirasi penerapan syariat Islam, dengan mempertanyakan bagaimana teknis dan rinciannya.
Sementara, jika menerapkan sekulerime, Soekarno tinggal melanjutkan sistem hukum warisan kompeni Belanda, sambil membentuk peraturan perundangan untuk melakukan penyempurnaan.
Jadi, Piagam Jakarta bukanlah cita idiil umat Islam ketika itu. Sebab, Piagam Jakarta hanya menuntut penerapan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Padahal, syariat Islam itu rahmat bagi semesta alam.
Syariat Islam tidak saja diberlakukan kepada umat Islam, tetapi juga kepada orang Kafir yang tunduk pada kekuasaan Islam. Syariat Islam melindungi Ahludz Dzimah, menjaga harta, diri dan kehormatan mereka.
Syariat Islam melayani semua rakyat, semua manusia, tanpa membedakan agama,suku, ras dan latar belakang. Pendek kata, syariat Islam menyejahterakan seluruh umat manusia, bukan hanya pemeluk-pemeluknya.
Hari ini, setelah Piagam Jakarta dikhianati dengan deklarasi Pancasila 18 Agustus 1945, dan setelah RUU HIP ingin membawa konsepsi Negara kembali pada ide Soekarno 1 Juni, setelah Pancasila diperas menjadi Trisila dan Ekasila, setelah ketuhanan yang maha Esa dikudeta dengan norma "Ketuhanan yang Berkebudayaan", kami umat Islam menyatakan melawan.
Kami, menuntut pengembalian Piagam Jakarta lengkap dengan penyempurnaannya dengan mengadopsi Piagam Madinah. Suatu konstitusi Islam yang berlaku bagi segenap rakyat.
Kami juga telah siap mencampakkan seluruh sistem hukum warisan penjajah, dengan mengadopsi suatu konstitusi yang murni digali dari Al Qur'an dan as Sunnah. Kami juga telah siap, mendiskusikan Dustur (Konstitusi) dan berbagai Qanun (UU), dalam rangka menerapkan Islam dalam bingkai Negara.
Kami juga memiliki putra terbaik umat, para ulama dan cerdik pandai, para akademisi dan praktisi yang siap untuk mengemban amanah menerapkan Islam dalam bingkai bernegara. Jadi, RUU HIP ini membuat kami kembali diingatkan pada cita idiil kakek buyut kami, yakni berjuang untuk menerapkan Syariat Islam.
Kami ingin kembali pada kesepakatan bapak Bangsa kami, Founding Fathers Daulah Islam, yakni Para Sahabat RA. Mereka, pasca mangkatnya Rasulullah SAW, telah bersepakat melanjutkan menerapkan syariat Islam dan mengemban misi dakwah Islam melalui institusi Negara, melalui Daulah Khilafah.
Itulah kesepakatan Bapak Bangsa kami, para pendahulu kami, Para Sahabat Ridwanullahu Ajma'in, yakni bersepakat membai'at Abu Bakar RA dan melanjutkan Daulah Islam warisan Rasulullah SAW, dengan mendirikan Kekhilafahan Islam.
Saat ini, pasca Kekhilafan Islam runtuh pada tahun 1924, kami seluruh kaum muslimin memiliki kewajiban untuk kembali menegakkannya, sebagaimana dahulu para sahabat Ridwanullahu Ajma'in bersepakat di Saqifah Bani Saidah. Ya, kami menuntut mengembalikan Piagam Jakarta, kami menuntut menyempurnakan dengan Piagam Madinah, kami menuntut ditegakkannya Daulah Khilafah. [].
COMMENTS