Keadilan Islam
Oleh : Titok Priastomo
Keadilan, kata yg nyaman di telinga siapa saja. Tapi, adil adalah kualitas moral yg masih global dan pada tataran praktis bisa sangat relatif.
Maka, di tengah keadaan yg serba susah saat ini (smg Allah segera mengangkatnya), keadilan di mata buruh bisa jadi berbeda dgn keadilan di mata pengusaha; keadilan di mata penguasa bisa beda dgn keadilan di mata rakyat.
Dlm banyak kasus, Islam memang hadir dgn prinsip umum. Tapi dlm banyak kasus pula, Islam memberi jalan operasional yg sifatnya tetap. Di antaranya adalah hukum bahwa upah merupakan kompensasi dari kerja, yg pertama adalah hak karyawan yg ditanggung juragan, sedang yg kedua adalah hak juragan yg ditanggung pekerja.
Jika salah satu tidak dpt memenuhi hak pihak lain, maka pemerintah tidak boleh memaksa pihak yg haknya tidak terpenuhi utk memenuhi apa yg belum menjadi kewajibannya.
Lalu, apakah pengusaha boleh membiarkan buruhnya kelaparan? Jawabnya: Kewajiban pengusaha terhadap buruh hanya muncul dari hubungan ijarah, yaitu upah atas kerja. Hubungan trsbt bukan satu-satunya hubungan yg melahirkan hak dan kewajiban. Di luar itu, manusia masih punya hubungan-hubungan lain yg menimbulkan sekian banyak hak dan kewajiban, seperti: hubungan anak dan orang tua; hubungan sesama sanak-saudara; hubungan bertetangga dan hubungan rakyat dgn penguasa.
Jika seseorang kelaparan, maka keliru kalau pertanggungjawabannya ditujukan kepada juragan perusahaan di mana sebulan lalu ia bekerja dan kini berhenti beroperasi.
Tanyakanlah kepada anaknya yg sudah dewasa, kepada karib kerabatnya yg ada di sekitarnya, kepada tetangganya yg hidup berdekatan, dan kepada penguasa yg diangkat utk mengurus urusan orang banyak. Semua tanggungjawab, yg lahir dari beragam hubungan itu, ada dalilnya dalam Islam.
So, Islam tdk ikut menyederhanakan manusia dlm dikotomi buruh-juragan dan tidak menyederhanakan eksistensinya hanya dlm kaitannya dgn "hubungan produksi" semata.
Dan Islam membimbing manusia dengan ukuran yg selangkah lebih praktis daripada nilai global semacam "keadilan", ukuran itu adalah syariat, di mana setiap syariat itu diwujudkan dengan benar niscaya keadilan akan terealisasi (setidaknya dlm perspektif syariat itu).
COMMENTS