Kekuasaan Oligarki
Rachlan Shidiq-Wakil Sekjen Partai Demokrat berkomentar, “Pertumbuhan ekonomi dalam pandemi ini diprediksi minus. Bisnis terpuruk. PHK di mana-mana. Tapi negara malah menyediakan Rp5,6 Triliun untuk pelatihan online? Kebijakan ini bukan saja tak perlu tapi juga korup bila mitra yang ditunjuk adalah perusahaan milik stafsus Presiden.”
Di tengah kasus pandemi Covid-19 yang semakin meluas dan menelan banyak korban, diduga telah terjadi penyalahgunaan dalam menetapkan wewenang terhadap kebijakan dalam penanganan Covid-19 yang digelar selama pandemi ini. Sehingga menimbulkan kritik dari berbagai pihak termasuk oleh Wakil Sekjen Partai Demokrat.
Seperti dilansir dari Tribunjateng.com, Pendiri Ruangguru, Belva Devara menjadi Staf Khusus Milenial Presiden Republik Indonesia. Ruangguru ditunjuk menjadi aplikator Kartu Prakerja, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia (RI) Belva Devara dinilai melakukan praktek korupsi.
Sebelumnya, nama Andi Taufan Garuda Putra juga menjadi sorotan publik, Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari kalangan milenial ini membuat surat dengan kop Sekretariat Kabinet yang ditujukan kepada sebagian besar camat di Indonesia. Dalam surat itu, Andi Taufan meminta kepada camat dan perangkat desa untuk mendukung pelaksaan program Relawan Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bersama PT Amartha Mikor Fintek (Amartha). (Tribunnews.com, 15/04/2020).
Miris, di tengah pandemi ini, tentu saja rakyat sangat membutuhkan BLT (Bantuan Langsung Tunai), karena perekonomian tengah mengalami resesi. Banyak diantara pekerja yang di rumahkan sehingga lebih membutuhkan BLT untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Adapun dalam situasi seperti ini, pelatihan online untuk pra kerja tidak relevan karena peluang kerja sangat minim.
Kepentingan Korporasi Vs Kepentingan Rakyat
Di tengah situasi pandemi ini, minimnya dana mengharuskan pemerintah mencari sumber pendapatan. Alhasil terjadi pemangkasan-pemangkasan anggaran belanja di berbagai sektor. Kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran tidak tepat sasaran serta merugikan berbagai pihak yang seharusnya mendapatkan dukungan bantuan yang lebih dalam menghadapi pandemi ini.Seperti dilansir dari CNN Indonesia, Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, Wakil Ketua Komisi X DPR RI membeberkan, tunjangan guru setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun.
Selain terkait tunjangan guru, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyatakan pemotongan anggaran di sektor pendidikan juga dilakukan pemerintah terhadap dana Bantuan operasional Sekolah (BOS), bantuan operasional penyelenggaraan PAUD, bantuan operasional pendidikan kesetaraan, serta bantuan operasional museum dan taman budaya. (CNN Indonesia, 14/4/2020).
Tidak hanya sektor pendidikan, dana haji pun turut dibidik dalam pemangkasan. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Demokrat Nanang Samodra mengusulkan penggunaan dana haji karena hingga saat ini belum ada tanda-tanda Arab Saudi membuka penyelenggaraan haji. (cnnindonesia.com 13/04/2020).
Tetapi dalam situasi seperti ini, proyek pemindahan ibukota dan infrastruktur lainnya sarat terhadap kepentingan bisnis tetap berlanjut meskipun membutuhkan anggaran ratusan triliun. Padahal itu bukan suatu kebutuhan yang sifatnya mendesak dan bisa dilakukan penundaan untuk dialihkan kepada pembiayaan seluruh kebutuhan rakyat saat pandemi.
Berbagai kebijakan yang dicanangkan dapat dilihat bahwa kebijakan-kebijakan itu merugikan rakyat tetapi lekat dengan keuntungan segelintir orang. Kebijakan yang sarat akan kepentingan korporasi menambah duka rakyat di tengah wabah. Pasalnya, masih banyak di tengah-tengah masyarakat yang mengalami kelaparan
hingga berdampak pada kematian. Itulah potret ketidakadilan dan oligarki kebijakan rezim kapitalis. Bukti bahwa Sistem Demokrasi tidak memenangkan kemaslahatan rakyat, tetapi hanya menguntungkan segelintir elit. Rakyat menjadi tumbal atas kepentingan mereka.
Sumber Pendapatan Negara Islam dalam Mengatasi Pandemi
Berbeda halnya di dalam Sistem Islam, tentu saja berbagai kebijakan yang dibuat oleh penguasa mangacu kepada kemaslahatan rakyat dengan standar hukum syara´. Keberadaan penguasa fokus kepada mengurusi seluruh rakyat dari berbagai kalangan, baik miskin, kaya, muslim, maupun non-muslim, selama mereka merupakan warga negaranya. Seluruh kebutuhan dan keselamatan jiwa maupun hartanya dijamin oleh negara. Adapun di dalam Sistem Islam, dalam mengatasi pandemi ini, tentu saja penguasa akan mengutamakan anggaran untuk keselamatan jiwa rakyatnya dengan penuh kesadaran bahwa itu merupakan perintah Allah. Darimana sumber-sumber pemasukan negara tersebut?Abdul Qadim Zallum dalam bukunya, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (Sistem Keuangan Negara Khilafah), menyebutkan sumber-sumber pemasukan Negara yang dikumpulkan oleh Baitul Mal, yaitu pengelolaan atas harta kepemilikan umum, seperti air, api (energi), padang rumput, barang tambang dalam jumlah sangat besar (minyak bumi, emas, perak, dst), jalan, sungai, laut, hutan, dan sejenisnya. Pengelolaan atas Harta Milik Negara, seperti gedung-gedung pemerintah, kendaraan-kendaraan pemerintah, dan sejenisnya. Pendapatan dari non muslim, seperti Kharaj, Fa’i, Jizyah, dan sejenisnya. Pendapatan dari muslim, seperti Zakat, Wakaf, Infak, dan sejenisnya. Pendapatan temporal, misalnya dari denda.
Namun, pendapatan dari pengelolaan harta kepemilikan umum tetap menjadi sumber utama pemasukan kas negara. Harta kepemilikan umum yang dikelola negara akan menjamin bahwa rakyat sebagai pemilik hak atas harta tersebut, dapat merasakan langsung manfaat dari harta tersebut. Tentu saja, Hal tersebut hanya terjadi dalam Sistem Islam, yakni Khilafah ´ala minhajin nubuwwah.
Wallahu A'lam bish-shawab
COMMENTS