Polemik Mudik Pulang Kampung
Penulis : Fathimah Al-Fihri (Aktivis Dakwah)
CNBC Indonesia — Peneliti Senior Indef Didik Rachbini mengatakan pernyataan yang membingungkan bagi publik ini justru menyebabkan risiko penyebaran risiko penyebaran Covid-19 yang meluas. Namun Pemerintah dinilai tidak tegas dalam mengendalikan mobilisasi publik ini.
“Mudik dan pulang kampung ini pernyataan kebijakan yang membingungkan dari pejabat publik dan pasti berpotensi menyebabkan kegagalan dan taruhan kegagalan adalah nyawa,” kata Didik dalam publikasi virtual di Webinar, Minggu (26/4/2020).
Kumparan (24/4/2020). Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan aturan larangan mudik pada tanggal 23 April 2020 — sehari sebelum Ramadhan. Aturan ini termuat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hiriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19. Larangan mudik ini berlaku mulai 24 April sampai 31 Mei 2020 untuk transportasi darat, laut, udara serta kereta api. Dan cakupan tak hanya transportasi umum, melainkan juga kendaraan pribadi. Katadata.co.id
Mudik dan pulang kampung merupakan dua hal yang berbeda. Pernyataan Presiden Joko Widodo ini langsung menjadi sorotan warganet. Kata kunci pulang kampung langsung masuk topik terpopuler Twitter di Indonesia pada pagi, Kamis (23/4/2020). Banyak warganet lalu melakukan pengecekan perbedaan mudik dan pulang kampung melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut KBBI versi Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan, mudik adalah kata kerja untuk (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman. Arti yang kedua, masih melansir dari kamus yang sama, mudik adalah kata percakapan untuk pulang kampung halaman. Lalu, arti pulang kampung adalah kembali ke kampung halaman; mudik.
Vivanews (24/4/2020) Juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam konferensi pers yang digelar kamis (23/4) mengatakan bahwa selama larangan mudik berlaku, pihaknya akan mengambil pendekatan persuasif ketimbang represif pada tahap pertama, yakin dari tanggal 24 April hingga 7 Mei 2020. “Tahap awal Pemerintah akan mengedepankan cara-cara persuasif dimana tahap pertama dari 24 April hingga 7 Mei 2020 , yang melanggar akan diarahkan untuk kembali ke asal perjalanan. Tahap kedua, tanggal 7-31 Mei 2020, sampai berakhirnya peraturan, yang melanggar selain diminta kembali ke asal juga dikenai sanksi sesuai undang-undang yang berlaku termasuk denda,” kata Adita.
Fakta hari ini, dimana ketika rakyat sudah mulai mengalami krisis ekonomi disebabkan pekerjaan yang tidak ada lagi karena dampak pandemi, dimana kebanyaakan rakyat menggantungkan nasibnya di kota-kota besar. Dengan begitu, rakyat pun memutuskan untuk kembali ke kampung halaman bila pekerjaan tak kunjung ada ditambah kebutuhan di kota yang kian hari kian bertambah, tak memungkinkan juga rakyat menetap dikota sedangkan pekerjaan tak ada. Bagaimana untuk mencukupi kebutuhannya?
Ditengah kondisi krisinya ekonomi, Pemerintah pun tetap mengeluarkan keputusan pelarangan untuk mudik dengan dalih memutus mata rantai pandemi, namun bagaimana dengan kondisi rakyat yang tetap berada di perantauan sedang pekerjaan tidak. Bagaimana untuk mencukupi kebutuhannya? Jika Pemerintah dapat menjamin kebutuhan rakyatnya, boleh saja Pemerintah menerapkan hal tersebut. namun, faktanya Pemerintah tak menjamin kebutuhan rakyatnya, sampai-sampai mengakibatkan rakyat menjadi sakit dan bingung harus bergantung pada siapa.
Berbeda halnya dalam Islam, ketika kala itu terjadi kemarau panjang yang mengakibatkan krisis ekonomi seperti yang terjadi pada saat kepemimpinan khalifah Umar radhiyallu anhu pada tahun 18 H, beliau memerintahkan orang Arab Badui untuk pergi ke kota Madinah guna untuk pulang kampung.
Umar berkata pada mereka, “Kembalilah ke desa dimana kalian biasa melakukan kegiatan!”. Ibnu Saad, perawi atsar ini menyatakan bahwa Umar “benar-benar mengatur sendiri semua proses pulang kampung suku Badui ini”. kebijakan yang di buat oleh sang khalifah tentunya sudah melalui perhitungan yang matang mengenai tujuan serta konsekuensinya nanti.
Kebijakan tersebut, tentunya tak lepas dari tanggung jawab negara. Dimana negara tetap bertanggung jawab atas rakyatnya yang sedang pulang kampung, kota Madinah sebagai kota yang ditinggalkan serta kampung halaman yang menjadi tujuan rakyatnya untuk pulang kampung. Tanggung jawab tersebut dibuktikan dengan sang khalifah yang menyediakan kendaraan untuk rakyatnya yang sedang pulang kampung, kendaraan tersebut tersedia hingga sampai daerah masing-masing.
Bukti lain adalah pengutusan wakil atau petugas dalam proses pemulangan rakyatnya, serta memastikan perbekalan mereka dan segala prasarana yang dibutuhkan oleh rakyatnya supaya bisa hidup normal kembali di kampung halamannya. Kebijakan tersebut memang sangat membebankan negara secara finansial maupun fisikal. Namun kembali lagi pada tujuan adanya negara, dimana memang negara harus menjadi pelayan rakyat dan harus benar-benar mengurusi rakyatnya supaya tercipta kesejahteraan di tengah kehidupan rakyat, baik itu muslim maupun non muslim. Begitulah sistem Islam mengatur sedemikian baiknya, negara yang menerapkan sistem tersebut hanyalah negara khilafah. Wallahu alam.
“Mudik dan pulang kampung ini pernyataan kebijakan yang membingungkan dari pejabat publik dan pasti berpotensi menyebabkan kegagalan dan taruhan kegagalan adalah nyawa,” kata Didik dalam publikasi virtual di Webinar, Minggu (26/4/2020).
Kumparan (24/4/2020). Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan aturan larangan mudik pada tanggal 23 April 2020 — sehari sebelum Ramadhan. Aturan ini termuat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hiriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19. Larangan mudik ini berlaku mulai 24 April sampai 31 Mei 2020 untuk transportasi darat, laut, udara serta kereta api. Dan cakupan tak hanya transportasi umum, melainkan juga kendaraan pribadi. Katadata.co.id
Mudik dan pulang kampung merupakan dua hal yang berbeda. Pernyataan Presiden Joko Widodo ini langsung menjadi sorotan warganet. Kata kunci pulang kampung langsung masuk topik terpopuler Twitter di Indonesia pada pagi, Kamis (23/4/2020). Banyak warganet lalu melakukan pengecekan perbedaan mudik dan pulang kampung melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut KBBI versi Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan, mudik adalah kata kerja untuk (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman. Arti yang kedua, masih melansir dari kamus yang sama, mudik adalah kata percakapan untuk pulang kampung halaman. Lalu, arti pulang kampung adalah kembali ke kampung halaman; mudik.
Vivanews (24/4/2020) Juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam konferensi pers yang digelar kamis (23/4) mengatakan bahwa selama larangan mudik berlaku, pihaknya akan mengambil pendekatan persuasif ketimbang represif pada tahap pertama, yakin dari tanggal 24 April hingga 7 Mei 2020. “Tahap awal Pemerintah akan mengedepankan cara-cara persuasif dimana tahap pertama dari 24 April hingga 7 Mei 2020 , yang melanggar akan diarahkan untuk kembali ke asal perjalanan. Tahap kedua, tanggal 7-31 Mei 2020, sampai berakhirnya peraturan, yang melanggar selain diminta kembali ke asal juga dikenai sanksi sesuai undang-undang yang berlaku termasuk denda,” kata Adita.
Fakta hari ini, dimana ketika rakyat sudah mulai mengalami krisis ekonomi disebabkan pekerjaan yang tidak ada lagi karena dampak pandemi, dimana kebanyaakan rakyat menggantungkan nasibnya di kota-kota besar. Dengan begitu, rakyat pun memutuskan untuk kembali ke kampung halaman bila pekerjaan tak kunjung ada ditambah kebutuhan di kota yang kian hari kian bertambah, tak memungkinkan juga rakyat menetap dikota sedangkan pekerjaan tak ada. Bagaimana untuk mencukupi kebutuhannya?
Ditengah kondisi krisinya ekonomi, Pemerintah pun tetap mengeluarkan keputusan pelarangan untuk mudik dengan dalih memutus mata rantai pandemi, namun bagaimana dengan kondisi rakyat yang tetap berada di perantauan sedang pekerjaan tidak. Bagaimana untuk mencukupi kebutuhannya? Jika Pemerintah dapat menjamin kebutuhan rakyatnya, boleh saja Pemerintah menerapkan hal tersebut. namun, faktanya Pemerintah tak menjamin kebutuhan rakyatnya, sampai-sampai mengakibatkan rakyat menjadi sakit dan bingung harus bergantung pada siapa.
Berbeda halnya dalam Islam, ketika kala itu terjadi kemarau panjang yang mengakibatkan krisis ekonomi seperti yang terjadi pada saat kepemimpinan khalifah Umar radhiyallu anhu pada tahun 18 H, beliau memerintahkan orang Arab Badui untuk pergi ke kota Madinah guna untuk pulang kampung.
Umar berkata pada mereka, “Kembalilah ke desa dimana kalian biasa melakukan kegiatan!”. Ibnu Saad, perawi atsar ini menyatakan bahwa Umar “benar-benar mengatur sendiri semua proses pulang kampung suku Badui ini”. kebijakan yang di buat oleh sang khalifah tentunya sudah melalui perhitungan yang matang mengenai tujuan serta konsekuensinya nanti.
Kebijakan tersebut, tentunya tak lepas dari tanggung jawab negara. Dimana negara tetap bertanggung jawab atas rakyatnya yang sedang pulang kampung, kota Madinah sebagai kota yang ditinggalkan serta kampung halaman yang menjadi tujuan rakyatnya untuk pulang kampung. Tanggung jawab tersebut dibuktikan dengan sang khalifah yang menyediakan kendaraan untuk rakyatnya yang sedang pulang kampung, kendaraan tersebut tersedia hingga sampai daerah masing-masing.
Bukti lain adalah pengutusan wakil atau petugas dalam proses pemulangan rakyatnya, serta memastikan perbekalan mereka dan segala prasarana yang dibutuhkan oleh rakyatnya supaya bisa hidup normal kembali di kampung halamannya. Kebijakan tersebut memang sangat membebankan negara secara finansial maupun fisikal. Namun kembali lagi pada tujuan adanya negara, dimana memang negara harus menjadi pelayan rakyat dan harus benar-benar mengurusi rakyatnya supaya tercipta kesejahteraan di tengah kehidupan rakyat, baik itu muslim maupun non muslim. Begitulah sistem Islam mengatur sedemikian baiknya, negara yang menerapkan sistem tersebut hanyalah negara khilafah. Wallahu alam.
COMMENTS