Toleransi dalam Khilafah
Oleh : Ahmad Khozinudin |Aktivis, Anggota Hizbut Tahrir
Khilafah memang didefinisikan sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah serta mengemban misi dakwah Islam ke seluruh penjuru alam. Namun, definisi ini tidak membatasi bahwa warga negara khilafah harus Muslim.
Warga Negara khilafah terdiri dari muslim dan Ahludz Dzimah. Ahludz Dzimah adalah orang kafir baik Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu, dan yang selainnya, yang tunduk pada kekuasaan Islam, menanggung hidup bersama sebagai Warga Negara Khilafah, yang mendapat perlindungan resmi dari khilafah.
Setiap Ahludz Dzimah haram darahnya, jiwanya, dan hartanya. Mereka, memiliki hak beribadah, berpakaian, makan dan minum sesuai tuntunan agamanya masing-masing, tanpa dipaksa untuk memeluk agama Islam.
Mereka hanya diberi kewajiban membayar Jizyah dan tidak boleh dipungut pajak oleh Khalifah. Mereka, juga boleh menjadi Tentara, Syurtoh (polisi), Aparat Administrasi Negara Khilafah, sepanjang tidak dalam posisi yang bisa menguasai kaum muslimin.
Mereka diberi kebebasan berusaha, tanpa dipungut pajak. Mereka bebas mengembangkan harta, asal tunduk pada hukum Islam dalam soal ekonomi yang bersifat publik.
Mereka juga diharamkan menjual atau membeli secara ribawi, dilarang menjual khamr kecuali di pasar khusus tempat komunitas mereka, wanitanya jika keluar tetap diwajibkan menutup aurat.
Adapun dalam soal hukum Publik, hukum pidana, hukum perdata, semua Ahludz Dzimah tunduk pada hukum Islam. Mereka yang mencuri juga akan dipotong tangannya. Mereka yang berzina juga akan dirajam.
Terhadap sengketa atas pencederaan jiwa hingga hilangnya nyawa, terhadap mereka juga berlaku hukum Qisos. Siapapun muslim yang membunuh Ahludz Dzimah tanpa alasan Haq, akan dibalas (Qisos) dengan dibunuh.
Begitu juga jika mereka melakukan pembunuhan, pencederaan jiwa, juga akan diberlakukan hukum Qisos.
Mereka, sebagai warga negara juga akan mendapatkan layanan umum dari khilafah sebagai hak setiap warga negara khilafah. Mereka mendapatkan jaminan atas kebutuhan basic seperti sandang, pangan dan papan.
Mereka juga akan mendapatkan layanan gratis dari negara, berupa layanan pendidikan dan kesehatan, tanpa membedakan apakah mereka kaya atau miskin.
Mereka, juga diberi hak untuk mengajukan komplain terhadap khilafah, terkait layanan dan fasilitas negara yang menjadi hak dan kebutuhan mereka.
Hanya saja, mereka tidak punya hak untuk memilih dan membaiat Khalifah. Sebab, rusan kekuasaan memang menjadi hak ekslusif kaum muslimin.
Jadi, untuk urusan Khalifah mereka tak memiliki hak baik untuk dipilih (calon Khalifah) atau memilih (membaiat) Khalifah.
Pada faktanya, Daulah Islam pertama di Madinah, kekhilafan pertama Abu Bakar as sidiq RA, Umar RA, Ustman RA, Ali RA, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, hingga yang terakhir kekhilafan turki Ustmani, warga negaranya bukan hanya Muslim. Namun terdiri dari dua kelompok, Muslim dan Ahludz Dzimah.
Bahkan, dibawah kekuasaan Islam agama-agama samawi (Islam, Kristen, Yahudi) dapat hidup berdampingan secara damai. Masing-masing dapat menghargai perbedaan keyakinan dan saling berinteraksi dengan damai untuk saling memperoleh kemaslahatan.
Sejak kekhilafan diruntuhkan oleh Mustofa Kamal La'natullah, sejak dunia dikuasai peradaban Kapitalisme, barulah konflik agama menjadi meruncing. Sebab Kapitalisme memang tidak memiliki norma untuk mendamaikan hubungan antar agama.
Kapitalisme justru selalu menyulut konflik antar agama untuk memuluskan imperialismenya.
Lihatlah, bagaimana kondisi Palestina pasca Kekhilafan Turki diruntuhkan. Hingga saat ini, Palestina dan Timur Tengah menjadi daerah konflik yang dijadikan sarana Amerika dan barat, untuk menjajah negeri kaum muslimin.
Demikianlah indahnya khilafah mengatur masalah Agama. Tulisan ini hanya akan bermanfaat bagi orang yang mencari kebenaran, atau orang yang netral dalam urusan khilafah.
Namun, tulisan ini meskipun dibaca berulang-ulang tidak akan bermanfaat bagi para pendengki Islam, kaum munafik, dan orang-orang yang didalam dadanya terdapat penyakit hati. [].
COMMENTS