Perbedaan Imarah (الإمارة ) dan Khilafah (الخلافة )
Oleh : Robi Pamungkas
Tulisan ini ditujukan kepada orang yang masih belum bisa memahami perbedaan antara makna imarah dengan khilafah. Sehingga terjadi kebiasan dalam pemahamannya, akhirnya menjadikan tashwaur (penggambaran) ia terhadap turunan dari makna keduanya menjadi keliru. Karena qaidah manthiq (logika) mengatakan;
الحكم على شيء فرع عن تصوره
“Kesimpulan (hukum) atas sesuatu tergantung penggambaran (pemahaman) terhadap sesuatu tersebut”
Contoh konkrit kesalahan fatal dalam memahami perbedaan keduanya semisal; Pakistan sebagai sebuah negara dalam tinjaun fiqh adalah sah, ia adalah imarah atas suatu wilayah, maka ia juga sah sebagai khilafah, sehingga Pakistan tidak mesti dirubah menjadi khilafah dan penduduknya wajib taat kepada semua aturannya, karena Pakistan adalah kepemimpinan Islam (khilafah) .
Fuqaha membedakan istilah imarah dengan khilafah. Semisal dalam kitab al Mawsu’ah al Fiqhiyah al Kuwaytiyah;
الإِمَارَةُ بِالْكَسْرِ ، وَالإِمْرَةُ : الْوِلايَةُ ، يُقَالُ : أَمَرَ عَلَى الْقَوْمِ يَأْمُرُ ، مِنْ بَابِ قَتَلَ فَهُوَ أَمِيرٌ . وَأَمَرَ يَأْمُرُ إِمَارَةً وَإِمْرَةً : صَارَ لَهُمْ أَمِيرًا . وَيُطْلَقُ عَلَى مَنْصِبِ الأَمِيرِ ، وَعَلَى جُزْءٍ مِنَ الأَرْضِ يَحْكُمُهُ أَمِيرٌ .
وَالاصْطِلاحُ الْفِقْهِيُّ لا يَخْرُجُ عَنْ هَذَا الْمَعْنَى فِي الْجُمْلَةِ ، إِلا أَنَّ الإِمَارَةَ تَكُونُ فِي الأُمُورِ الْعَامَّةِ ، وَلا تُسْتَفَادُ إِلا مِنْ جِهَةِ الإِمَامِ ، أَمَّا الْوِلايَةُ فَقَدْ تَكُونُ فِي الأُمُورِ الْعَامَّةِ ، وَقَدْ تَكُونُ فِي الأُمُورِ الْخَاصَّةِ ، وَتُسْتَفَادُ مِنْ جِهَةِ الإِمَامِ أَوْ مِنْ جِهَةِ الشَّرْعِ أَوْ غَيْرِهِمَا ، كَالْوَصِيَّةِ بِالاخْتِيَارِ وَالْوَكَالَةِ
“Lafadz al Imarah dengan dikasrahkan dan lafadz al Imrah bermakna al Wilayah (kekuasaan). Disebutkan أمر على القوم (fulan memerintah suatu kaum) , termasuk bab قتل (dari sisi perubahan harakat, pen). Lafadz أمر – يأمر – إمارة – وإمرة ; bermakna fulan menjadi pemimpin mereka. Lafadz imarah digunakan untuk menyebut jabatan al Amir , dan juga digunakan untuk menyebutkan suatu wilayah yang dipimpin oleh amir.
Menurut istilah fiqh kurang lebih tidak keluar dari makna bahasa. Hanya saja al Imarah berlaku untuk urusan-urusan umum, dan hanya imamlah yang menentukan atau mengatur pembagian urusan tsb. Adapun wilayah (kekuasaan) terkadang dalam urusan yang bersifat umum, dan terkadang bersifat khusus sesuai dengan perintah dari imam atau sudah ditentukan syariat atau lainnya, seperti dalam wasiyat dengan ikhtiyar dan wakalah” (al Mawsu’ah al Fiqhiyah; 6/196 )
Selaras dengan fuqaha, al ‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dengan jeli membedakan istilah imarah dengan khilafah. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab as Syakhsiyah al Islamiyah juz 2 bab al Imarah;
فالإمارة أعم ، والخلافية أخص ، وكلاهما رئاسة . فكلمة خلافة خاصة بالمنصب المعروف ، وكلمة إمارة عامة في كل أمير . والمسلمون مأمورون بنصب أمير عليهم ، كما هم مأمورون بنصب خليفة ، لأن الإمارة من أنواع الحكم ، فهي ولاية أمر فيما ولي به . والفرق بينها وبين الخلافة أن الخلافة عامة على جميع المسلمين في الدنيا ، وهذه خاصة فيمن ولوه وفيما ولوه به ، ولا تتعدى من ولوه ، كما لا تتعدى ما ولي به . والرئاسة والقيادة والإمارة
“Imarah lebih umum, sedangkan khilafah lebih khusus, dan keduanya sama-sama kepemimpinan. Kata khilafah khusus untuk jabatan yang sudah dikenal , sedangkan imarah umum untuk segala amir (pemimpin). Kaum muslimin diperintahkan untuk mengangkat seorang amir ditengah-tengah mereka, sebagaimana mereka diperintahkan untuk mengangkat seorang khalifah. Karena imarah termasuk jenis pemerintahan, yaitu kekuasaan terhadap suatu urusan yang terbatas pada tugas kekuasannya. Perbedaan antara imarah dengan khilafah adalah bahwa khilafah umum untuk seluruh kaum muslimin di dunia, dan ini khusus pada orang yang mereka angkat saja dan pada peraka yang mereka mengangkat orang tersebut untuk urusan tersebut, serta khilafah terbatas pada orang yang mereka angkat, sebagaimana khilafah juga terbatas pada wilayah kekuasaannya saja. Kata Riasah, qiyadah, dan imarah adalah hukum syara dan bukan uslub” (as Syakhsiyah al Islamiyah, 2/125)
Dari pemaparan diatas, kita bisa memahami bahwa lafadz imarah dan khilafah adalah berbeda. Atau bisa dikatakan; khilafah pasti imarah, tetapi tidak semua imarah adalah khilafah. Karena imarah bersifat umum, sedangkan khilafah adalah kepemimpinan yang bersifat khas, bukan sekedar kekuasaan saja.
Semisal Rasulullah ﷺ bersabda dari sahabat Abdullah bin ‘Amr;
لا يحل لثلاثة نفر يكونون بأرض فلاة إلا أمروا عليهم أحدهم
“Tidak halal bagi tiga orang yang berada di padang pasir, kecuali mereka mengangkat salah seorang diantara mereka amir (pemimpin)”
Perintah untuk mengangkat amir ini tidak terbatas bagi orang yang berada pada padang pasir, tetapi juga pada perkara-perkara lain. Hal tersebut diambil dari mafhum muwafaqah nash hadis ini. Jika tiga orang yang bepergian di padang pasir saja harus mengangkat amir, apalagi dalam urusan-urusan yang lebih besar yang mengharuskan adanya pemimpin yang mengatur orang dibawahnya.
Indonesia itu terkategori imarah, karena ia adalah kumpulan wilayah yang dipimpin oleh seorang pemimpin (amir). Tetapi apakah ia khilafah ?, ya jelas bukan !!! . Karena ia tidak menjalankan fungsi khilafah; hifdzu ad din (menjaga agama) dan hirasatu ad dunya bihi (mengatur urusan dunia dengan agama).
Lalu apakah kita boleh taat kepada pemerintahan Indonesia ?. Jawabannya boleh mengikuti aturan pemerintah selama aturan tersebut tidak bertentangan dengan syariat, dan wajib mengingkari jika aturan tersebut melanggar syariat, seperti aturan bolehnya minuman keras, riba, dll. Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda;
لا طاعة في المعصية، إنما الطاعة في المعروف
“Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan. Sesungguhnya ketaatan hanya dalam perkara yang ma’ruf” (HR: Bukhari )
Waallahu’alam
COMMENTS