Oleh : Nasrudin Joha Rupanya, rezim ini lebih sayang uang (rupiah) ketimbang nyawa rakyat. Terbukti, untuk menyelamatkan nilai rupiah,...
Oleh : Nasrudin Joha
Rupanya, rezim ini lebih sayang uang (rupiah) ketimbang nyawa rakyat. Terbukti, untuk menyelamatkan nilai rupiah, rezim rela merogoh kocek negara hingga Rp. 300 T.
Belum lama ini, Bank Indonesia (BI) mengabarkan telah menggelontorkan dana hampir mencapai Rp 300 triliun guna menguatkan nilai tukar rupiah dari tekanan dolar Amerika. Injeksi ke mata uang rupiah dilakukan di pasar spot, pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas investor asing, hingga DNDF. (20/3).
Suntikan tersebut diberikan dalam bentuk pembelian SBN mencapai Rp163 triliun dan perubahan batas pencadangan kas bank di BI dengan denominasi rupiah atau dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum (GWM) mencapai Rp51 triliun sejak awal tahun. Selain itu, dana juga digunakan untuk melonggarkan lagi GWM rupiah dengan tambahan likuiditas mencapai Rp23 triliun dan GWM valas dengan nilai US$3,2 miliar.
Namun, belum jelas berapa alokasi anggaran negara untuk menyelamatkan nyawa rakyat akibat serangan wabah virus Corona. Selama ini, publik hanya mendengar Jokowi melakukan realokasi dana Desa dan dana perjalanan dinas untuk menanggulangi virus Corona.
Nilainya pun kecil, sangat kecil jika dibandingkan dengan pengeluaran negara untuk menyelamatkan rupiah. Nampaknya, dalam pandangan Rezim penyelamatan uang (rupiah) lebih prioritas ketimbang menyelematkan nyawa rakyat.
Alat rapid test virus Corona yang diharapkan dibagikan gratis kepada rakyat ternyata berbayar. Rakyat dan rumah sakit diminta beli kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia selaku importir.
Alat Pelindung Diri (APD) dokter dan petugas medis pun tidak memadai. Sampai ada yang kreatif mengunakan jas hujan. Padahal, dokter dan petugas medis sangat rentan tertular virus Corona.
Terakhir, tiga dokter (dokter Hadio Ali Khazatsin, dokter Djoko Judodjoko, dan dokter Adi Mirsa Putra) dikabarkan meninggal Dunia. Para dokter dan petugas medis berada di Garda terdepan perang melawan virus Corona, tetapi tidak dilengkapi perlengkapan dan 'amunisi' yang memadai.
Anggaran negara yang semestinya bisa untuk memenuhi kebutuhan APD tak tahu kemana. Sampai urusan masker pun sulit terjamin keberadaannya.
Dokter seperti diminta "harakiri" melawan virus Corona sambil menunggu kabar tertular virus mematikan itu. Keluarga dan famili dokter dan petugas medis diselimuti rasa cemas dan was-was.
Lantas, apakah pemerintah tidak peduli dengan nasib rakyat ? Nasib dokter ? Nasib petugas medis ?
Untuk apa pajak yang telah dibayar rakyat ? Untuk dikorupsi pejabat ? Untuk beli mobil dinas pejabat ? Untuk kenaikan gaji pejabat ?
Kalau untuk selamatkan uang (rupiah), negara begitu tergopoh keluarkan anggaran hingga 300 triliun. Kenapa untuk nyawa rakyat, negara begitu pelit ? [].
COMMENTS