Konflik Natuna
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. | Ketua LBH PELITA UMAT
Hampir lebih dari sepekan terakhir ini publik di Indonesia dibuat panas oleh aksi sepihak China yang melanggar batas kedaulatan wilayah NKRI. China belakangan juga ikut mendidih dan mengklaim China melakukan aktivitas di wilayah yang menjadi kedaulatan China.
Tensi yang meninggi ini terjadi akibat adanya pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dilakukan kapal Negeri China di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Sementara di pihak lain, China mengklaim memiliki hak konstitusional melakukan aktivitas ekonomi di wilayah perairan Natuna berdasarkan klaim sepihak karena fakta historis para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan Natuna. China menganggap perairan Natuna adalah "relevant water" yang menjadi dasar nelayan China menangkap ikan diwilayah tersebut.
China juga mendalilkan memiliki hak beraktivitas ekonomi termasuk menangkap ikan di laut Natuna karena perairan tersebut masuk batas wilayah China berdasarkan peta 'Nine dash-line'. China mengklaim wilayah Laut China Selatan, dari Kepulauan Paracel (yang diduduki China tapi diklaim Vietnam dan Taiwan) hingga Kepulauan Spratly yang disengketakan dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam, sebagai wilayah kedaulatan China.
Kemenlu R.I. telah membantah klaim China karena argument klaim atas wilayah perairan Natuna dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982. Menurut Kemenlu RI, Argument China telah dibahas dan dimentahkan oleh keputusan SCS Tribunal 2016.
Indonesia melalui Kemenlu menolak istilah "relevant waters" yang diklaim oleh China karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. Kemenlu juga menyatakan klaim historis China atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.
Fakta pelanggaran ZEE Indonesia oleh Pemerintah China
Pemerintah R.I. Mengajukan protes kepada Pemerintah China pada Senin (30/12/2019) dan Kamis (2/1/2020) karena pelanggaran ZEE di perairan Natuna. Pelanggaran ini termasuk kegiatan illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing dan kedaulatan oleh coast guard atau penjaga pantai China di perairan Natuna.
Komando Armada I Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut melaporkan kehadiran Coast Guard China di perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara, Kamis (2/1/2020). Coast Guard China mengawal beberapa kapal nelayan Negeri Tirai Bambu yang sedang melakukan aktivitas perikanan.
Kepala Dinas Penerangan Koarmada I Letnan Kolonel Laut (P) Fajar Tri Rohadi mengatakan, kehadiran Coast Guard China menimbulkan reaksi dari KRI-KRI yang beroperasi di perairan tersebut.
Pada tanggal 30 Desember 2019 KRI Tjiptadi-381 saat melaksanakan patroli sektor di perbatasan ZEEI Laut Natuna Utara tepatnya pada posisi 05 06 20 U 109 15 80 T mendeteksi 1 kontak kapal di radar pada posisi 05 14 14 U 109 22 44 T jarak 11.5 NM menuju selatan dengan kecepatan 3 knots. Setelah didekati pada jarak 1 NM kontak tersebut adalah CHINA COAST GUARD nomor lambung 4301 (CCG 4301) yang sedang mengawal beberapa kapal ikan China melakukan aktivitas perikanan.
Jika disimak berbagai pemberitaan media, setidaknya ada 3 (tiga) pelanggaran penting yang telah dilakukan China, yaitu :
Pertama, pelanggaran memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dilakukan oleh sejumlah kapal ikan China yang menangkap ikan di wilayah perairan laut ZEE milik Indonesia.
Zona Ekonomi Eksklusif sendiri adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.
Kapal-kapal nelayan China tak memiliki hak untuk mengekploitasi kekayaan Biota maupun fauna laut diwilayah ZEE Indonesia. Aktivitas kapal-kapal China yang memasuki wilayah ZEE Indonesia dan menangkap ikan, adalah terkategori illegal Fishing.
Dalam konteks pencurian ikan ini, Indonesia berhak menggunakan kebijakan hukum diwilayah ZEE untuk menangkap kapal asing yang melakukan illegal fishing di wilayah ZEE Indonesia, dan menerapkan yurisdiksi kedaulatan R.I. untuk menghukum kapal nelayan pencuri ikan, termasuk dengan menenggelamkannya sebagaimana dahulu pernah dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Kedua, pelanggaran kedaulatan melalui masuknya CHINA COAST GUARD nomor lambung 4301 (CCG 4301) ke wilayah perairan yang masuk ZEE Indonesia.
Perlu untuk diketahui, kewenangan pada Zona Ekonomi Eksklusif bukan hanya kewenangan untuk mengeksploitasi kekayaan laut pada batas 200 mil dari bibir pantai, tetapi juga kewenangan kedaulatan terbatas yakni melakukan patroli untuk mengawasi dan menjaga wilayah ZEE dari illegal fishing atau aktivitas kapal asing yang mengancam kedaulatan negara.
Masuknya kapal CHINA COAST GUARD ke wilayah ZEE Indonesia terkategori pelanggaran kedaulatan meskipun kapal tersebut baru memasuki wilayah ZEE, bukan wilayah kedaulatan perairan yang dihitung 12 mil yang diukur dari garis pantai, berdasarkan deklarasi Djuanda.
Karena CHINA COAST GUARD bukan kapal biasa, bukan kapal nelayan, tetapi kapal resmi representasi China yang membawa kedaulatan China. Aktivitas pemantauan dan penjagaan perairan ZEE Indonesia hanya diperkenankan oleh kapal patroli Indonesia.
Sebenarnya, jika negara ini punya nyali kapal CHINA COAST GUARD ini bisa saja langsung ditembak jika sudah diperingatkan tetapi tidak juga diindahkan. Secara hukum internasional, tindakan menembak kapal berkedaulatan asing tanpa izin memasuki wilayah ZEE yang menjadi kewenangan Indonesia setelah diberi peringatan dapat dilegitimasi.
Ketiga, pelanggaran kejahatan yang disponsori oleh negara. Kapal ikan China melakukan illegal fishing bukan atas inisiatif pribadi, bukan dilakukan secara individual, tetapi dikoordinasi dan disupervisi secara resmi oleh Pemerintah atau negara China.
Kehadiran CHINA COAST GUARD yang mengawal kapal-kapal nelayan China mencuri ikan di Indonesia adalah bukti kejahatan dan pelanggaran kedaulatan luar biasa. Ini adalah pelecehan nyata, bukan sekedar nelayan China yang mencuri ikan tetapi negara China ikut menjadi sponsor, mensupervisi dan memberi perlindungan pada kapal-kapal nelayan China untuk mencuri ikan diperairan ZEE wilayah Indonesia.
China tak pernah membantah telah memasuki wilayah ZEE Indonesia, China hanya berdalih pada argument "Relevant Waters" dan peta 'Nine dash-line' padahal dua argument ini tidak diakui UNCLOS. Sebagai negara yang ikut menyepakatiUNCLOS China tak selayaknya menyerobot kedaulatan NKRI.
Artinya, China memang sengaja 'Cari Masalah' dengan bangsa Indonesia. Sayangnya, pejabat di negeri ini hanya merespons dengan ungkapan 'jangan dibesar-besarkan' bahkan ada yang menyebut China sebagai 'Negara Sahabat'.
Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka sangat jelas dan terang benderang bahwa China telah melanggar kedaulatan NKRI. Sikap yang paling minim seharusnya selain protes Pemerintah RI juga bisa mengambil opsi memutus hubungan diplomatik sementara, sampai China meminta maaf secara terbuka dan mengakui batas wilayah kedaulatan Indonesia.
Namun rezim dibawah kendali Jokowi ini terlihat sangat ringkih. Pemerintah tak bisa membusungkan dada dan berdiri tegap didepan China, jangankan menantang perang China memutus hubungan diplomatik pun tak mampu.
Karena tersandera utang dan investasi, pemerintahan Jokowi tunduk dan takluk kepada China. Jika sudah demikian, sesungguhnya China yang melanggar kedaulatan NKRI atau justru rezim Jokowi yang mengobral kedaulatan R.I. kepada China ? [].
COMMENTS