Oleh Sigit Nur Setiyawan | Guru sekaligus Praktisi Multimedia Ada sebuah diksi yang cenderung dipaksakan oleh Pemerintah akhir-a...
Oleh Sigit Nur Setiyawan | Guru sekaligus Praktisi Multimedia
Ada sebuah diksi yang cenderung dipaksakan oleh Pemerintah akhir-akhir ini mengenai sebuah ancaman. Dalam berbagai seminar, diskusi publik, liflet, panflet, siaran pers, sosial media dan lain sebagainya Pemerintah menggambarkan bahwa musuh NKRI dibagi menjadi dua kutub. Sebelah kiri ada ancaman PKI dengan idiologi Komunismenya dan sebelah kanan bahaya Radikalisme dengan Khilafah sebagai idiologinya.
Penempatan Khilafah sebagai ancaman sebagaimana PKI memang dinilai terlalu mengada ada. Bagaimana tidak? Khilafah yang belum pernah terbukti sekalipun melakukan pembunuhan dan pemberontakan di Negeri ini disandingkan dengan sebuah ormas yang secara historis terbukti melakukan beberapa kali upaya makar terhadap pemerintah yang sah. Padahal Khilafah adalah salah satu ajaran Islam sebagaimana Sholat, Puasa, Haji dan lain sebagainya. Jelas penempatan Khilafah sebagai musuh NKRI dianggap melukai hati kaum muslimin.
Pemerintah menempatkan Khilafah sebagai musuh idiologi karena menganggap bahwa Khilafah "berpotensi" akan memecah belah kesatuan negeri ini. Mengerat erat menjadi bagian kecil kecil hingga bisa dikatakan Indonesia akan tercerai berai. Ini jelas sebuah halusinasi yang tidak berdasar pada kenyataan sejarah. Karena dalam sejarah konsep pemerintahan Khilafah adalah negara Kesatuan yang tidak mungkin mendiamkan sebuah negeri tercabik cabik hingga mudah dikuasai oleh para penjajah.
Menyandingkan sebuah fakta sejarah yang menjadi masa kelam dalam perjalanan negeri ini, dengan sebuah potensi yang belum terbukti kebenarannya merupakan tindakan yang tidak fair. Tindakan yang tidak "apple to apple". Karena ketika berbicara dalam kacamata hukum, suatau hal bisa dihukumi tentunya ketika ada fakta hukumnya. Bukan hanya berdasarkan asumsi bahwa sesuatu itu berpotensi melakukan kejahatan kemudian dilakukan tindakan hukum.
Lantas siapa yang layak dijadikan musuh negara? Tentu saja seseorang, kelompok atau idiologi yang jelas jelas telah menjadikan negara ini sengsara adalah sangat layak dijuluki sebagai musuh. PKI dengan Idiologi Komunisnya sangat layak dijadikan musuh negara. Maka tindakan negara terhadap PKI dan idiologi komunisnya sudah benar dengan melakukan pelarangan dan pembubaran serta menyatakan bahwa PKI adalah organisasi terlarang di Indonesia. dan Komunisme adalah idiologi terlarang di Indonesia.
Namun perlu di ingat, bukan hanya PKI yang menyebabkan Indonesia mengalami keterbelakangan. Neo Kapitalisme dan Liberalisme sangat bertanggungjawab terhadap hilangnya sebagian besar kekayaan negeri ini ke tangan swasta terutama suasta asing. Melalui kapitalisme dan Liberalisme ini pula penduduk negeri ini mengalami dehumanisasi. Berkembangnya faham LGBT, Free Sex, Budaya Hedonis dan berbagai prilaku menyimpang yang tidak bisa dilakukan tindakan hukum karena berlindung dengan payung hak asasi manusia. Masuknya investasi asing yang membanjiri dengan sistem "Trunkey Projek" menjadikan berbagai proyek negeri ini dibangun, dioperasikan dan dikerjakan oleh orang asing. Namun ketika proyek tersebut gagal bayar karena salah hitung proyeksi bisnisnya Negaradan rakyat yang harus menanggung berbagi konsekuensinya. Contoh paling riel adalah bagaimana MRT di Palembang yang dinilai tidak tepat sasaran. Tidak laku dan cenderung sepi sehingga dari hari ke hari mengalami kerugian yang cukup besar.
Tak hanya di situ saja, Neo Liberalisme dan Neo Kapitalisme telah menjadikan negeri ini mengalami "Debt Trap" jebakan hutang yang sangat mengerikan. Dengan proyeksi hutang lebih dari 5000 T, dan pembayaran cicilan hutang dan rente/bunga nya mencapai 396.54 Trilyun pada APBN 2019. Bandingkan dengan anggaran untuk post Kesehatan pada APBN 2019 sebesar 123,1 Trilyun. Jadi pos pembayaran hutang dan bunga inilah yang sangat membebani APBN kita.
Kapitalisme juga telah mendorong kolaborasi antara pemilik modal dengan pejabat publik yang dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pemilu. Disadari atau tidak, biaya politik yang mahal menyebabkan akan terjadi "marger" antara pemilik modal dengan para politisi. Tentu saja dengan diel diel tertentu para pemilik modal pada akhirnya memberikan dananya untuk kepentingan pemenangan dalam proses pemilu. Maka wajar jika kemudian ketika terpilih menjadi pejabat publik, kebijakan yang dikeluarkan akan cenderung menguntungkan dirinya atau orang lain secara tidak sah. Itulah yang kemudian disebut dengan korupsi. Maka sangat wajar jikalau dengan sistem perpolitikan seperti saat ini akan didapati 20 Gubernur, 300 kepala daerah (bupati walikota), dan ratusan DPR yang berurusan dengan hukum lantaran terjebak kasus korpusi. Itulah yang dikhawatirkan oleh Marzuki Alie dalam sebuah video yang sempat viral beberapa waktu yang lalu.
Jadi mari kita berfikir ulang. Menimbang dengan jujur. Siapa sebenarnya musuh negara ini. Khilafahkah? yang hanya bersifat asumsi, prediksi dan sebatan potensi yang belum tentu kebenarannya. Ataukah PKI yang jelas pernah melakukan usaha makar hingga beberapa kali? ataukah Kapitalisme dan Liberalisme yang telah menjadikan negara yang kita cintai ini terjebak dalam kehidupan yang serba sempit. Mari kira renungkan sebuah firman Allah SWT.
وَعَصَى ءَادَمُ رَبَّهُ فَغَوَى . ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى . قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى . قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا . قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى . وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِن بِئَايَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ اْلأَخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى
Dan Adam pun mendurhakai Rabb-nya, maka ia sesat. Kemudian Rabb-nya (Adam) memilihnya, maka Dia menerima taubatnya dan memberi Adam petunjuk. Allah berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dariKu, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan seat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia:”Ya, Rabb-ku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang bisa melihat”. Allah berfirman:”Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari inipun kamu dilupakan”. Dan demikanlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabb-nya. Dan sesungguhnya adzab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal [Thaha/20 :121-127].
COMMENTS