Ulun hanyar perhatian dengan istilah Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), ketika Pemkab Tala ingin membangun gedung pemerinta...
Ulun hanyar perhatian dengan istilah Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), ketika Pemkab Tala ingin membangun gedung pemerintah dengan layanan publik terpadu. Sederhananya, kantor bupati plus tempat layanan kependudukan dan perizinan.
Gedung baru itu, rencananya akan bertingkat lima dengan panjang 80 meter, dan lebar 120 meter. Bangunan berbentuk huruf U. Diperkirakan akan menelan biaya Rp160 miliar. Daerah ingin mewujudkan gedung ini tanpa membebani APBD. Dibangun di samping gedung lama yang baru berusia 40 tahun itu.
Setelah beberapa kali konsultasi dengan pemerintah pusat, akhirnya muncul tawaran ini, KPBU. Sederhananya, ada badan usaha, biasanya milik negara yang akan membangunkan terlebih dahulu gedung itu, kemudian daerah membayar biaya pembangunan selama beberapa tahun.
Seperti terungkap dalam Forum Konsultasi Publik, Kamis (25/7/2019) lalu di Pelaihari, gedung ini akan mulai dibangun pertengahan 2021 dan selesai pada Februari 2023. Untuk gedung yang semula disebut menelan biaya Rp160 miliar itu, dalam skema kerja sama tadi, maka daerah harus membayar Rp27 miliar per tahun, selama 15 tahun. Kalo dikalikan total Rp405 miliar. Meskipun ada embel-embel benefit, daerah tidak harus mengeluarkan biaya pemeliharaan selama masa kerja sama, karena badan usaha itu juga yang jadi perawatnya.
Garis bawah dulu, ini kerja sama, bukan utang. Seperti ditekankan Kasubdit Pendapatan Daerah Wilayah III Direktorat Pendapatan Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI Dr Sumule Tumbo SE MM dalam forum itu, bahwa pembangunan infrastruktur skema KPBU tidaklah sama dengan berutang, dan ini bukan utang melainkan kerja sama Pemda dengan Badan Usaha.
Sudah, sampai di sini kisah tentang rencana kantor bupati plus...eh gedung pemerintah dengan layanan publik terpadu. Apalagi dengar-dengar petinggi Tala juga sedang mikir ulang melihat besarnya utang...eh baya kerja sama. Mengingat skema ini akan melewati tiga periode pemerintahan, eksekutif dan legislatif.
Makanya kita geser ke kisah pindah ibukota, Senin (26/8/2019) di Istana Presiden Jokowi mengumumkan lokasi ibukota baru.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah soal biaya, Rp466.000.000.000.000,00. Muncul kekhawatiran publik, pindah ibukota bakal membuat utang pemerintah bengkak.
Tapi Ketua Tim Kajian Pemindahan Ibu Kota Negara dari Bappenas Imron Bulkin memastikan, Nggak ada (utang).
Pemerintah sudah memperhitungkan dari mana saja modal pembangunan ibu kota negara, yaitu APBN Rp89,4 triliun (19,2%), KPBU Rp253,4 triliun (54,4%), dan swasta Rp123,2 triliun (26,4%).
Pertanyaan berikutnya, darimana badan usaha yang bekerja sama dengan pemerintah dapat modal untuk membangun lebih dulu. Kita ambil contoh dulu, badan usaha milik negara yang memang dibentuk untuk melayani skema ini. PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Ternyata, untuk kebutuhan pendanaan, SMI memperoleh dari obligasi berkelanjutan, pinjaman perbankan dalam bentuk dollar AS dan rupiah, penerbitan surat utang jangka menengah dan penyertaan modal negara (PMN) dan PMN adalah opsi terakhir.
Dari empat sumber dana ini, sumber kedua dan ketiga jelas, dari nama sudah kelihatan, pinjaman dan utang, sumber keempat dari duit rakyat. Nah, yang pertama itu obligasi berkelanjutan. Menurut wikipedia, Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Sedangkan obligasi berkelanjutan, salah satu variasi obligasi. Jadi nomer 1, 2 dan 3 ternyata ...... juga.
Sampailah pada hujung kisah...
Jadi ujar abahnya, "Umanya...kita pindah ka rumah nang hanyar, nang ganal, nyaman ligar. Rumah nang ada ni sasak, hibak, mana miris, hatap rumbis. Solusinya, pindah rumah,"
"Hadang dahulu abahnya, datang mana duitnya, kaina bahutang pulang...hutang nang ada haja kada punah-punah."
"Kadada bahutang sahama-hama, kita pakai skema (ngalih mambahasaakannya han), kerja sama abah lawan anak (KALA)."
"Kaina si Nanang nang mambangunakan dahulu, hanyar kita bayar lawan inya, sampai punah. Ingatakan lah manya, ini lain hutang, tapi kerja sama. Si Nanang dapat gawian, kita barumah hanyar."
"Datang mana si Nanang kulihan duit abahnya?"
"Kaina aku bari izin inya mancari modal, barang ai mainjam wan siapa kah..."
"Uma abahnya, sadang-sadang ae memuntal bahasa, bujur saurang kada mainjam. Tagal anak nang disurung kesana kemari becari hutang, hutang riba pulang. Saurang kisah kada bahutang lah..."
Ibnu Syamsi Al Kurawi
Banjarbaru, 30 Dzulhijah 1440 Hijriah
Bahan bacaan:
https://finance.detik.com/properti/d-4685582/biaya-pindah-ibu-kota-dijamin-tak-pakai-utang
https://kalsel.prokal.co/read/news/24029-wabup-tala-abdi-rahman-konsultasi-pembangunan-kantor-bupati-ke-kemendagri.html
https://banjarmasin.tribunnews.com/2019/06/23/bakal-bangun-kantor-baru-ini-rencana-pola-pembangunan-gedung-baru-bupati-tanahlaut
https://www.jawapos.com/ekonomi/17/08/2019/pembangunan-ibu-kota-baru-butuh-rp-485-triliun-ini-sumber-dananya/
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/11824/Mengenal-Kerjasama-Pemerintah-dengan-Badan-Usaha-KPBU-Skema-Public-Private-Partnership-PPP-di-Indonesia.html
https://www.ptsmi.co.id/id/berita/siapkan-pendanaan-smi-guyur-pendanaan-di-2017/
COMMENTS